Sunday, December 28, 2014

Farazdaq Attamimi dan Syair Cinta


Al-Farazdaq bernama asli Abu Firas Hammam bin Ghalib bin Sha’sha’ah Attamimi Addarimi. Ia lahir di Kadhima (sekarang Kuwait) pada tahun 641 namun tinggal di Basrah. Pada usia 15 tahun, Farazdaq telah dikenal sebagai seorang penyair.

Pada suatu musim Haji, Hisyam bin Abdul Malik, seorang Khalifah Bani Umayyah tidak berhasil menyentuh dan mencium Hajarul Aswad, karena banyaknya jumlah Jama'ah Haji saat itu. Para pengawalnya yang datang bersama Hisyam dari negeri Syam juga gagal menjaga keagungan Khalifahnya di hadapan kebesaran dan keagungan amal Ibadah Haji. Berulang kali Hisyam berusaha untuk sampai ke Hajarul Aswad, namun selalu saja ia gagal.

Akhirnya dia mengalah dan mundur, Hisyam duduk di sebuah kursi yang telah tersedia di tempat yang agak tinggi sembari memandang Jama'ah Haji yang sedang mengitarinya. Tiba-tiba datanglah seseorang yang berwajah ramah nan mulia. Mula-mula beliau bertawaf mengelilingi Ka'bah tujuh kali, lalu dengan wajah tenang dan langkah yang mantap, beliau berjalan menuju ke arah Hajarul Aswad. Jama'ah yang berdesakan itu pun seketika memberikan jalan ketika melihat beliau datang.

Melihat hal itu, orang-orang Syam terkejut. Mereka heran karena seorang Khalifah seperti Hisyam yang memiliki status sosial yang tinggi gagal mencapai Hajarul Aswad, tapi orang yang sederhana itu justru dengan mudah bisa mencapainya. “Siapa gerangan orang itu wahai Amirul Mu'minin ?” tanya orang kepada Hisyam. “Entahlah, aku tidak kenal siapa dia” jawab Hisyam tak acuh.

Hisyam sebenarnya sangat mengenal siapa orang itu tapi ia berpura-pura tidak mengenalnya. Orang itu adalah Imam Ali Zainal Abidin, putra Imam Husain. Saat itu tak ada seorang pun yang berani mengenalkan Imam Ali As Sajjad kepada Hisyam, Khalifah Zalim yang tangan dan pedangnya berlumuran darah umat Islam. Dalam keadaan seperti itu, Farazdaq berkata : "Aku kenal dia." Hisyam menyahutinya dan berkata : "Memangnya siapa dia ?"

Spontan Farazdaq Attamimi berdiri di sebuah tempat yang agak tinggi dan melantunkan bait-bait syair berikut ini :




Dialah yang dikenal jejak langkahnya,
Oleh butiran pasir yang dilaluinya,
Rumah Allah Ka’bah pun mengenalnya,
Dan dataran tanah suci sekelilingnya.

Dialah putra insan termulia,
Dari hamba Allah seluruhnya,
Dialah manusia hidup berhias Taqwa,
Kesuciannya ditentukan oleh Fitrahnya.

Di saat ia menuju Ka’bah,
Bertawaf mencium Hajar jejak kakeknya,
Ruknul Hatim enggan melepaskan tangannya,
Karena mengenal betapa ia tinggi nilainya.

Itulah Ali cucu Rasulullah,
Cucu pemimpin segenap umat manusia,
Dengan agamanya manusia bahagia,
Dengan bimbingannya mencapai keridhaan-Nya.

Jika Anda belum mengenal dia,
Dia itulah putra Fatimah,
Putri Nabi utusan Allah,
Penutup para Rasul dan Anbiya.

Pertanyaan anda “Siapa Dia ?”,
Tak kan mengurangi keharuman namanya,
Arab dan Ajam mengenal dia,
Walau anda hendak mengingkarinya.

Tidak pernah ia berucap “Tidak”,
Kecuali dalam ucapan Syahadatnya,
Kalau bukan karena Syahadatnya,
“Tidak”nya berubah menjadi “Iya”.

Mereka berasal dari Keluarga mulia,
Mencintai mereka Fardhu dalam agama,
Membenci mereka Kufur dalam agama,
Dekat pada mereka selamat dari bencana.

Kalau dihitung-hitung orang yang Taqwa,
Merekalah para pemimpinnya,
Bila ada orang bertanya,
Siapakah penghuni bumi paling utama ?
Jawabnya pasti, itulah mereka !

Yang mengenal Allah pasti mengenal dia,
Yang mengenal dia mengenal keutamaannya,
Yang bersumber pada lingkungan Keluarganya,
Tempat manusia bermandikan cahaya.

Inilah Syair Farazdaq Attamimi yang ditujukan kepada Imam Ali bin Husein, cucu Rasulullah saw (lebih dikenal dengan nama Imam Ali Zainal Abidin / Imam Ali As Sajjad) saat dengan mudahnya beliau menciumi Hajar Aswad, dibandingkan Hisyam bin Abdul Malik, Khalifah Bani Umayyah di masa itu.

Mendengar syair Farazdaq ini, Hisyam naik pitam. Diperintahkannya agar Farazdaq Attamimi dijebloskan ke dalam penjara Asfan yang terletak di suatu daerah antara Makkah dan Madinah. Namun semua itu tidak mengendurkan semangatnya yang tinggi untuk mengungkapkan akidah dan prinsipnya. Bahkan di penjara pun, dia terus mengucapkan syair-syairnya yang bernada protes dan kritik berapi-api.

2 comments: