Pernikahan adalah norma kemanusiaan yang sangat
alamiah. Nabi Adam as dan Siti Hawa adalah pasangan manusia pertama. Allah swt
berfirman :
“Wa qulnaa yaaa aadamuskun anta wa zawjukal jannata,…”
“Dan Kami berfirman : ‘Wahai Adam tinggallah engkau
dan istrimu di surga,…”
{ QS.Al Baqarah : 35 }
Sejak saat itu, pernikahan terus berlanjut di antara
umat manusia. Suami dan Istri adalah sumber ketenangan psikologis. Selain
sebagai suatu sarana untuk menjaga regenerasi dan eksistensi umat manusia, pernikahan
juga adalah satu satunya norma di mana dengan pernikahan, sisi seksualitas
manusia boleh di ekspresikan. Islam sangat mempromosikan pernikahan. Al Qur’an
menggambarkan pernikahan sebagai suatu hubungan yang dalam dan kuat sebagaimana
firman Allah :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, agar kalian
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan di jadikan-Nya di antara kalian
rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
{ QS.Ar Rum : 21 }
Islam menghendaki pemeluknya untuk menghargai
kenikmatan duniawi sebagai sebuah karunia dari Allah. Oleh sebab itu Islam
sangat menentang hidup membujang dan kerahiban. Terdapat banyak riwayat yang
mengecam mereka yang menolak menikah karena menganggap pernikahan dapat
melemahkan iman dan mengurangi kualitas keagamaan seseorang. Berikut adalah
beberapa riwayat yang secara tegas mengecam perilaku hidup membujang :
Rasulullah saw bersabda :
“Siapapun yang menahan diri dari pernikahan karena
khawatir dengan kemiskinan, maka sungguh ia telah berprasangka buruk kepada
Allah.” { Wasailus Syi’ah jilid 14 }
“Yang paling hina dari orang-orang yang meninggal
dunia di antara kalian adalah para lajang.” { Wasailus Syi’ah jilid 14, bab 2,
hadits ke-3 }
“Kebanyakan penghuni Neraka adalah para lajang.”
{ Wasailus Syi’ah jilid 14, bab 2, hadits ke-7 }
Dalam kitab Wasailus Syi’ah jilid 14 juga terdapat
riwayat tentang Utsman bin Maz’un yang merupakan salah seorang sahabat dekat
Nabi saw. Pada suatu hari, istri Utsman datang kepada Nabi saw seraya mengadu :
“Wahai Rasulullah, Utsman berpuasa terus menerus di siang hari dan sholat
sepanjang malam.” Dengan perkataannya ini, istri Utsman bermaksud mengadukan
bahwa suaminya telah berpantang menggauli istrinya di malam hari maupun siang
hari. Nabi saw sedemikian marahnya sehingga beliau bahkan tidak lagi sempat
untuk memakai alas kakinya terlebih dahulu. Dengan membawa alas kaki di
tangannya, beliau saw bergegas pergi ke rumah Utsman bin Maz’un. Nabi saw
mendapatinya sedang sholat. Ketika Utsman selesai sholat, Rasulullah saw
bersabda : “Ya Utsman !! Allah tidak mengutusku untuk kerahiban. Dia mengutusku
dengan syariat yang sederhana dan lurus. Aku puasa, sholat dan juga bermesraan
dengan istri-istriku. Maka siapapun yang menyukai sunnahku, hendaklah ia
mengikutinya. Dan nikah adalah salah satu sunnahku.”
Karena Utsman telah menikah maka kata nikah pada
redaksi hadits di atas hanya bisa di maknai sebagai hubungan suami istri. Di
waktu lain, pernah 3 orang perempuan datang kepada Rasulullah saw seraya
mengeluhkan suami-suami mereka yang telah berpantang diri dari daging,
wangi-wangian dan hubungan suami istri. Nabi saw bergegas pergi ke Masjid, naik
ke mimbar lalu beliau saw bersabda : “Apa yang telah menimpa beberapa sahabatku
sampai-sampai mereka tidak lagi makan daging, tidak lagi mencium wangi wangian
dan tidak lagi menggauli istri mereka ? Padahal aku sendiri makan daging,
mencium wangi wangian dan menggauli istri-istriku. Maka siapapun yang tidak
menyukai sunnahku, ia bukan dari golonganku.” { Wasailus Syi’ah jilid 14 }
Ibnu Abi ‘Umair meriwayatkan bahwa Sikkin An Nakha’i
telah mengabdikan dirinya untuk sholat dengan berpantang dari wanita dan
makanan enak. Kemudian ia menulis sepucuk surat kepada Imam Ja’far Ash Shodiq
as untuk meminta penjelasan Imam as terkait amalannya itu. Imam Ja’far Ash
Shodiq as membalas suratnya sebagai berikut : “Tentang berpantang dari wanita,
engkau tentu tahu berapa banyak istri Nabi saw. Tentang makanan enak, Nabi saw
biasa makan daging dan madu.” { Wasailus Syi’ah jilid 14 }
Nampak dari riwayat di atas bahwa Imam Ja’far Ash
Shodiq as menyalahkan perilaku sahabatnya yang bersikap seolah lebih suci dari
manusia suci. Islam tidak menafikan adanya dorongan dan hasrat seksual (nafsu
syahwat) pada diri setiap manusia. Islam tidak datang untuk mengekang hal itu.
Karena nafsu syahwat merupakan hal yang sangat normal sama normalnya dengan
nafsu makan. Nafsu syahwat sebagaimana nafsu makan bisa di penuhi dengan cara
yang Halal maupun cara yang Haram. Islam mengharamkan penyaluran nafsu syahwat
yang di lakukan di luar ikatan pernikahan, sama haramnya bila penyaluran itu di
lakukan dengan sesama jenis, dengan hewan atau dengan mayat.
Dorongan seksual yang ada pada manusia sangat kuat
sehingga dapat menguasai manusia yang lemah. Hal ini jauh berbeda dengan
dorongan seksual yang terdapat pada hewan. Hasrat seksual pada hewan hanya muncul
pada musim kawin dan fase reproduktifnya. Hasrat seksual hewan hanya di
peruntukkan bagi tujuan reproduksi semata. Sedangkan pada manusia, nafsu
syahwat selalu ada di setiap waktu sehingga sangat jelas bahwa dorongan seksual
pada manusia tidak hanya di peruntukkan bagi kepentingan reproduksi semata
tetapi juga untuk kesenangan. Dan dalam prosesnya, ekspresi seksualitas manusia
melibatkan pria dan wanita secara bersama. Hal ini merupakan Sunnatullah sejak
penciptaan Nabi Adam as dan Ummuna Siti Hawa.
Hubungan intim pasangan suami istri adalah ekspresi
terdalam dari cinta dan sebuah hubungan total yang bersifat fisikal dan
emosional. Dengan kalimat singkat nan indah Al Qur’an melukiskannya sebagai
berikut :
“...Hunna libaasullakum wa antum libaasullahunna…”
“…Mereka adalah pakaian bagi kalian dan kalian pun
adalah pakaian bagi mereka…” { QS.Al Baqarah : 187 }
Oleh karena pernikahan adalah satu satunya sarana yang
sah, legal, halal dan sangat manusiawi bagi pemenuhan kebutuhan biologis manusia,
maka Islam sangat menekankan pentingnya menikah. Dan selain untuk pemenuhan
kebutuhan biologis ternyata pernikahan memiliki manfaat dan keistimewaan yang
luar biasa baik dari sisi duniawi maupun sisi ukhrawi kita. Penasaran ??? Mari
kita lihat bersama berbagai sabda Rasulullah saw berikut ini :
Rasulullah saw bersabda :
“Pernikahan adalah sunnahku !! Siapa yang menolak
sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.” { HR.Bukhari & Muslim }
“Pernikahan adalah separuh agama. Separuhnya lagi
adalah ketakwaan kepada Allah.” { HR.Thabrani & Al Hakim }
“Orang yang menikah telah menjaga sebahagian dari
agamanya. Olehnya itu, ia harus taqwa kepada Allah untuk sebahagian lainnya.”
{ Wasailus Syi’ah jilid 15, bab 1, hadits ke-12 }
“Siapapun di antara kalian yang memiliki harta,
seharusnya melangsungkan pernikahan. Kalau tidak, ia sebaiknya berpuasa untuk
mengekang syahwatnya.”
{ HR.Ibnu Mas’ud }
“Wahai pemuda !! Siapa saja di antara kalian yang
telah sanggup untuk menikah, maka menikahlah. Dan siapa saja di antara kalian
yang belum sanggup untuk menikah, maka berpuasalah. Sungguh hal itu (puasa) adalah
perlindungan baginya.”
{ HR.Bukhari & Muslim }
“Termasuk sunnah para utusan Allah adalah : menikah,
menyikat gigi, memakai parfum dan di khitan.” { HR.At Tirmidzi }
“Tidak ada rumah yang di bangun dalam Islam, yang
lebih di cintai Allah selain melalui pernikahan.” { Wasailus Syi’ah jilid 14, bab
1, hadits ke-10 }
“Siapa yang ingin menjumpai Allah dalam keadaan suci
dan di sucikan, segeralah menikah !!” { Wasailus Syi’ah jilid 14, bab 1, hadits
ke-15 }
“Menikahlah dan milikilah banyak anak !! Aku akan
bangga dengan jumlah kalian di hari Kiamat.” { HR.Ahmad }
“Jadilah kalian orang-orang yang menginginkan anak,
karena aku ingin menjumpai kalian pada hari Kiamat kelak, dalam keadaan kalian
lebih banyak dari umat-umat lain.” { Wasailus Syi’ah jilid 14, bab 11, hadits
ke-6 }
“2 raka’at sholat orang yang telah menikah lebih
afdhol dari ibadah semalam suntuk di tambah puasa di siang hari yang di
kerjakan oleh orang yang belum menikah.”
{ Wasailus Syi’ah jilid 14, bab 2, hadits ke-2 }
Imam Muhammad Al Baqir as menuturkan bahwa Rasulullah
saw bersabda :
“Apakah yang mencegah seorang Mu’min untuk berkeluarga
? Semoga Allah akan memberinya keturunan yang kelak akan menempati dan
memberatkan bumi ini dengan kalimat Laa ilaha illallah.” { Wasailus Syi’ah
jilid 14, bab 1, hadits ke-3 }
Ishaq bin Ammar meriwayatkan dari Imam Ja’far Ash
Shodiq as sebagai berikut : “Aku bertanya kepada Imam Ja’far Ash Shodiq as ; ‘Apakah
yang di katakan orang-orang itu benar bahwa pernah seorang lelaki datang menemui
Rasulullah saw, lalu mengeluhkan kemiskinan dan kekurangannya, dan Rasulullah
saw menyuruhnya menikah sampai 3 kali ?’
Imam Ja’far Ash Shodiq as menjawab : ‘Ya benar. Sungguh
rezeki itu bersama istri dan keluarga.’” { Wasailus Syi’ah jilid 14, bab 11, hadits
ke-4 }
Imam Ali Ridho as berkata :
“3 hal termasuk sunnah Rasulullah saw : wangi-wangian,
mencukur rambut yang berlebihan dan sering mengunjungi istri.” { Wasailus
Syi’ah jilid 14 }
Demikianlah betapa Nabi kita Sayyidil Wujud Muhammad
saw begitu gigih memotivasi umatnya untuk bersegera menikah. Sehingga alangkah
ruginya seorang pemuda Muslim yang masih terjebak dengan perzinaan karena
menganggap Zina itu keren, pacaran itu hebat, dan berbagai mindset yang keliru.
Mari mulai saat ini kita rubah pola pikir Syaitoni itu dengan menanamkan dalam
diri kita bahwa Zina itu primitif dan kampungan. Pacaran itu hina dan
buang-buang waktu. Sebaliknya Nikah itu sangat berkelas, keren abis dan modern.
So yang muda, hayo tunggu apa lagi.
No comments:
Post a Comment