Praktek Tawassul kaum Muslimin di depan makam kepala Imam Husein di Mesir |
TAWASSUL adalah seseorang berpegang,
berlindung dan memohon SYAFA'AT melalui Sifat dan Nama-Nama Allah atau melalui
makhluk-makhluk dan benda-benda serta amalan perbuatan yang memiliki kedudukan
tinggi dan mulia di sisi Allah, baik dalam rangka Taqarrub ilallah (mendekatkan
diri kepada Allah), dalam rangka agar Taubat di terima Allah atau untuk
terjawabnya Do'a dan untuk tercapainya Hajat Duniawi maupun Ukhrawi.
Objek Tawassul adalah seseorang atau sesuatu benda maupun suatu amalan tertentu
yang apabila manusia menghubungkan diri kepadanya maka secara otomatis manusia
tersebut akan terhubung kepada Allah. Objek Tawassul ini dalam istilah Syar'i
di sebut sebagai WASILAH atau PERANTARA.
Yang bisa menjadi Wasilah di antaranya adalah Sifat atau Nama-Nama Allah
(Asmaul Husna), Nabi Muhammad saw, Al Qur'an, Ahlul Bait as (Sayyidah Fatimah
Az Zahro as dan 12 Imam Ahlul Bait as), Malaikat, Awliya (para Wali /
orang-orang Sholeh), para Ulama, orang Mu'min, para Syuhada, dan amalan-amalan
wajib dan sunnah.
Tawassul dan Syafa'at sangat erat kaitannya. Karena dengan mengkoneksikan diri
kepada Wasilah (Objek Tawassul), akan menjadi sebab datangnya Syafa'at.
Sehingga Wasilah (Objek Tawassul) juga di sebut sebagai SYAFI' (penghantar
Syafa'at).
Salah satu bagian paling mencekam dari perjalanan ukhrawi umat manusia, di mana pada saat genting itu, Syafa'at akan sangat di butuhkan |
Adapun yang di maksud dengan SYAFA'AT adalah : datangnya dari Allah : pertolongan, keselamatan, kebaikan, terangkatnya derajat dan tertolaknya
keburukan / bencana baik dalam perkara-perkara duniawi maupun perkara-perkara
akhirat.
Konsep Syafa'at, Tawassul dan Tabarruk adalah konsep yang tidak asing dan terbukti ada pada setiap agama samawi (agama langit) yaitu Yahudi, Kristen dan Islam.
Konsep Syafa'at, Tawassul dan Tabarruk adalah konsep yang tidak asing dan terbukti ada pada setiap agama samawi (agama langit) yaitu Yahudi, Kristen dan Islam.
Rasulullah saw bersabda :
“3 kelompok di sisi Allah akan memberikan Syafa’atnya kepada para pendosa dan
Syafa’at mereka diterima yaitu : para Nabi, para Ulama Agama dan para Syuhada.”
{Bihārul Anwār, jild 8, hlm 34}
{Bihārul Anwār, jild 8, hlm 34}
Syafa'at sebenarnya adalah
Rahmat Allah yang tidak akan pernah lepas sedetik pun dari setiap orang. Namun
terkadang seseorang tidak memiliki kelayakan untuk meraih Syafa'at. Walaupun
Syafa'at memang di peruntukkan kepada para pendosa. Namun dari berbagai ayat Al
Qur'an dan riwayat-riwayat yang bersumber kepada Ma'sumin (Rasulullah saw dan
Ahlul Bait as), dapat di simpulkan bahwa ada beberapa kelompok manusia yang
akan terhalangi dari memperoleh Syafa'at yaitu :
- Orang Kafir dan Musyrik.
- Pelaku Kezoliman.
- Pembenci Keluarga Nabi Muhammad saw.
- Orang yang menyakiti Dzurriah (keturunan Nabi Muhammad saw).
- Para pengingkar Syafa'at (orang yang tidak mempercayai adanya Syafa'at).
- Para pengkhianat.
- Para peremeh Sholat.
- Para pengingkar kepemimpinan Imam Ali as dan para Imam as.
- Kaum Munafiqin.
- Orang yang meninggalkan Sholat.
(Ma’ad dar Qur’an, jild 2, hlm 145)
Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasih.
Pada Yaumul Qiyamah nanti, setelah semua Syafi' (pemberi Syafa'at) dengan izin
Allah memberikan Syafa’at mereka, akan ada banyak sekali orang-orang, yang
bahkan tidak mendapatkan Syafa’at para Syafi'. Mereka akan tercakup dalam
Syafa’at dan Rahmat Allah swt. Olehnya itu, jangan pernah berputus asa dari
Rahmat Allah.
Adapun para Syafi' yang bisa
memberikan Syafa'at dengan izin Allah adalah sebagai berikut :
- Rasulullah saw. Syafa'at Rasulullah saw adalah Syafa'at Qubro yang dalam berbagai riwayat di sebutkan bahwa Syafa'at Nabi saw akan menjangkau hingga pelaku dosa-dosa besar dari kalangan Mu'minin dan Mu'minat.
- Amirul Mu'minin Imam Ali bin Abi Tholib as.
- Para Imam Ma'sum Ahlul Bait as.
- Sayyidah Fatimah Az Zahro as.
- Al Qur'anul Kariim.
- Para Nabi dan Para Washi.
- Para Malaikat.
- Para Ulama.
- Para Syuhada.
Oleh sebab itu para Syafi' (penghantar
Syafa'at) adalah juga Wasilah (Objek Tawassul). Mengkoneksikan diri kepada
Wasilah (Objek Tawassul), akan menjadi sebab datangnya Syafa'at.
(QS. Al-Anbiya’: 28; Ilmul Yaqin, jild
2, hlm 1325; Shahih Bukhari, jild 4, kitab Tauhid, bab 24, hlm 392, h 7439;
Bihar, jild 8, hlm. 362; Sunan Ibn Majah, jild 2, hlm 724; Qurb Al-Asnad, hlm.
64)
Al-Qur’an menganjurkan orang-orang
Mu'min untuk bertawassul, ayat yang paling jelas tentang Tawassul ada dalam
Surah Al Maidah ayat 35, di mana Allah secara gamblang memerintahkan
orang-orang beriman yang apabila mereka ingin mendekatkan diri mereka kepada
Allah, maka harus mencari Wasilah (Perantara / Objek Tawassul). Allah berfirman
:
“Wahai orang – orang yang beriman.
Bertakwalah kepada Allah dan carilah WASILAH untuk mendekatkan diri kepada-Nya
dan berjihadlah di jalan-Nya agar kamu beruntung.”
{QS.Al Maidah : 35}
{QS.Al Maidah : 35}
Dalam Surah An-Nisa’ ayat 64, di
anjurkan kepada para pendosa agar pergi mengunjungi Rasulullah saw dan memohon
kepada Nabi saw agar memintakan ampunan untuk mereka sampai datang ampunan
Allah untuk mereka. Allah berfirman :
"Dan Kami tidak mengutus seorang Rosul melainkan untuk di ta'ati dengan seizin Allah. Sungguh, sekiranya mereka setelah menzolimi diri mereka (berbuat Dosa) datang kepadamu (Ya Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rosul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
"Dan Kami tidak mengutus seorang Rosul melainkan untuk di ta'ati dengan seizin Allah. Sungguh, sekiranya mereka setelah menzolimi diri mereka (berbuat Dosa) datang kepadamu (Ya Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rosul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
{QS.An Nisa : 64}
Ketika saudara-saudara Nabi Yusuf as
menyesali perbuatannya, mereka tidak langsung memohon ampunan kepada Allah,
tetapi mereka memohon ampunan Allah dengan bertawassul kepada ayah mereka yaitu
Nabi Yakub as sebagai Wasilah (Perantara) datangnya pengampunan mereka. Allah
berfirman :
“Mereka berkata; Wahai ayah kami,
mohonkanlah ampunan untuk kami atas dosa – dosa kami, sungguh kami adalah orang
yang bersalah. Dia (Yakub) berkata; Aku akan memohonkan ampunan untuk kalian
kepada Tuhanku. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
{QS.Yusuf : 97 – 98}
Perhatikan sikap Nabi Yakub as dalam
ayat ini, beliau as sama sekali tidak menegur sikap anak – anaknya itu (yakni
dengan menjadikan Nabi Yakub sebagai Wasilah / Perantara), beliau as malah
menjanjikan bahwa Allah akan mengampuni mereka.
Sayyidah Fatimah Az Zahro as berkata :
"Segala sesuatu yang ada di langit
dan di bumi, memerlukan Wasilah (Perantara) untuk mendekatkan diri mereka
kepada Allah. Dan kami (Ahlul Bait Nabi Muhammad saw) adalah Wasilah Allah di
antara semua makhluk-Nya."
(Balagatun Al-Nisa, hal 14, Syarh Nahj
Al-Balagah, juz 2. hal. 267)
Contoh Tawassul pada zaman Rasulullah
saw
Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab
Musnadnya juz 4 hal.138 dari Utsman bin Hunaif meriwayatkan sebagai berikut :
“Seorang lelaki buta datang menemui
Rasulullah saw dan berkata : Mataku buta, aku mohon agar engkau mendoakanku
supaya Allah menyembuhkanku. Nabi Muhammad saw lalu berkata Ambillah air wudhu
dan lakukan shalat 2 raka'at lalu berdoa seperti ini; “ Ya Allah aku memohon dan
menghadap kepada-Mu melalui WASILAH (Perantara) Nabi-Mu Muhammad saw, sebagai
Nabi yang penuh rasa kasih. Ya Muhammad, melalui Wasilahmu (Perantaraanmu) aku
menghadap Allah agar Allah menyembuhkan penglihatanku. Ya Allah, jadikanlah
beliau (Nabi Muhammad saw) sebagai pemberi Syafa'atku.” Nabi Muhammad saw
menambahkan, Dan sekiranya engkau memiliki hajat – hajat yang lain, maka
lakukanlah hal yang sama.”
Riwayat ini telah disepakati para ahli
Hadits, Hakim Nisyaburi dalam kitab Mustadrak juz 1 hal.313, setelah menukil
hadis ini menyatakan bahwa hadits ini shahih. Ibnu Majah menukil dari Abu Ishak
berkata :”Ini riwayat shahih”. Tirmidzi dalam kitab Abwabul Ad’iyah juga
menyatakan bahwa Hadits ini shahih, begitu juga dalam kitab Tawassul ila
Haqiqat Tawassul, beliau berkata :”Tidak diragukan lagi, hadis ini shahih dan
masyhur.”
Dari riwayat ini, sangat jelas di
perbolehkannya bertawassul dengan Rasulullah saw untuk memenuhi segala hajat /
kebutuhan manusia.
Contoh Tawassul di zaman sesudah
Rasulullah saw
Dalam Shahih Al-Bukhori. Hadis 559, di
riwayatkan oleh Anas : Tatkala kekeringan melanda, Khalifah Umar bin Khattab
sering beristisqa (meminta kepada Allah agar di turunkan hujan) melalui paman
Nabi saw yaitu Abbas bin Abdul Mutholib. Umar berkata :
”Ya Allah, di zaman Rasulullah saw kami
bertawassul kepada-Mu dan Engkau menurunkan hujan. Sekarang kami bertawassul
melalui paman Nabi saw, kenyangkanlah kami dengan air.” Maka hujan pun turun
kepada mereka.
Contoh Lainnya Tawassul di zaman sesudah
Rasulullah saw
Thabrani, dalam kitabnya Al-Mu’jam
As-Saghir, meriwayatkan dari Utsman bin Hunaif bahwa ada seorang lelaki yang
mengunjungi Khalifah Utsman bin Affan berulang kali untuk mendapatkan sesuatu
yang ia butuhkan. Tetapi Khalifah Utsman belum memperhatikan kebutuhannya
tersebut, sampai akhirnya lelaki itu bertemu dengan Ibnu Hunaif dan mengeluhkan
persoalannya. Peristiwa ini terjadi setelah Nabi Muhammad saw wafat dan setelah
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar.
Utsman bin Hunaif, kemudian berkata :
Berwudhulah, lalu pergi ke Masjid. Lakukanlah sholat 2 rakaat dan ucapkan doa
ini “Ya Allah. Aku memohon kepada-Mu dan aku menghadap-Mu melalui Rosul kami,
Muhammad Rahmat bagi alam semesta. Ya Muhammad, aku minta tolong kepadamu agar
engkau sampaikan kepada Tuhanku agar Dia mengabulkan hajatku.” lalu sebutkanlah
hajatmu. Setelah itu temuilah aku, agar aku bisa mengantarkanmu menemui
Khalifah Utsman. Lelaki itu pun pergi melakukan semua itu. Kemudian ia langsung
menuju pintu rumah Khalifah Utsman. Seorang penjaga menggandeng tangannya dan
membawanya kepada Khalifah Utsman bin Affan lalu mendudukannya pada sebuah
bantal di sisinya.
Khalifah Utsman berkata “Apa keperluanmu
?” Lalu lelaki itu menyebutkan apa saja yang ia butuhkan dan Khalifah Utsman
segera memenuhi kebutuhannya seraya berkata “Sungguh aku tidak ingat
keperluanmu hingga tadi. Apapun yang engkau butuhkan, sebutkan saja.”
tambahnya.
Setelah bertemu Khalifah Utsman bin
Affan, lalu lelaki itu pergi menjumpai Utsman bin Hunaif dan berkata kepadanya
“Semoga Allah membalas kebaikanmu. Ia (Khalifah Utsman) tidak memperhatikan
kebutuhanku atau pun memperdulikannya sampai engkau berbicara padanya."
Utsman bin Hunaif menjawab “Demi Allah.
Aku belum berbicara padanya (pada Khalifah Utsman) namun dulu aku pernah
melihat seorang lelaki buta menemui Rasulullah saw dan mengeluhkan kebutaannya.
Nabi Muhammad saw berkata “Tidakkah engkau dapat bertahan dengan keadaanmu ?”
dan lelaki itu menjawab “Ya Rasulullah, aku tidak memiliki siapapun untuk
menjadi penuntun jalanku dan ini sangat menyulitkanku.” Rasulullah saw bersabda
padanya “ Pergilah berwudhu dan lakukan sholat 2 raka'at. Lalu berdo’alah dan mohonlah
hajatmu.” Ibnu Hunaif melanjutkan. “Demi Allah, kami pergi dan belum sempat
berbicara lama ketika lelaki itu kembali seolah – olah belum pernah terjadi
sesuatu apapun kepadanya.“ (Kebutaannya sembuh dan melihat lagi).
Bertawassul juga bisa melalui ketaatan
dan amal sholeh. Contohnya pada peristiwa 3 orang yang terkurung oleh batu
besar di sebuah gua. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya
(jilid 3, No. 418).
Dalam berbagai riwayat dari
jalur Ahlul Bait di sebutkan beberapa amalan yang bisa menjadi Wasilah
(Perantara / Objek Tawassul) di antaranya adalah :
- Keimanan yang teguh kepada Allah Yang Maha Esa dan Nabi Muhammad saw.
- Jihad Fii Sabilillah.
- Ikhlas.
- Sholat.
- Zakat.
- Puasa Bulan Ramadhan.
- Haji dan Umroh.
- Silaturahmi.
- Sedekah baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.
- Setiap perbuatan baik dan kesholehan.
(QS. Al-A’raf:180; QS. Al Hasyr: 10; QS.
An Nisa’:64; Nahjul Balaghah, Khutbah ke 110; Biharul Anwar, juz 24, hal. 84;
Shahifah Sajadiyah, Do’a ke 42)
Dan sebagai penutup, kami kutipkan perkataan dari Taqiyuddin Sabaki, seorang Ulama Ahlus
Sunnah bermazhab Syafi’i dalam kitabnya yang berjudul “Syifa Al-Saqam” beliau
berkata :
“Tawassul, Istighotsah dan Tasyaffu’
(memohon Syafa'at) kepada Allah melalui Nabi Muhammad saw merupakan hal yang di
bolehkan dan di anjurkan. Perkara ini di bolehkan karena merupakan suatu hal
yang masyhur di ketahui orang yang beragama dan ma’ruf sebagai hal yang di
lakukan oleh para Nabi, Rosul, Salafus Sholihin, Ulama dan kaum awam dari umat
Islam. Dan agama-agama lainnya pun tidak mengingkarinya, dan tidak pernah
sekalipun terdengar seseorang mengingkarinya dari zaman ke zaman, hingga
datanglah Ibnu Taimiyah dengan pendapat yang lemah, dia mengeluarkan pendapat
baru yang tidak pernah ada di zaman sebelumnya."
(Syifa Al-Saqam Fii Ziyarati
Khair Al-Anaam; hal. 160)
No comments:
Post a Comment